Premanisme dan Pungli di Bandara

2 weeks ago 19

Jakarta -

Seorang kawan menceritakan pengalaman kurang enaknya menggunakan layanan transportasi online dari bandara Soekarno Hatta (Soeta), Cengkareng, Banten. Kawan saya itu menunjukkan perbedaan tarif melalui satu aplikasi transportasi online yang sama. Layanan taksi online dari rumahnya di Bogor ke Soeta dia dikenakan tarif Rp 310.500, dan ketika sebaliknya membengkak menjadi Rp 450.500 padahal jarak tempuh perjalanan sama. Aneh sekali perbedaan angka tarifnya, sangat besar.

Seorang kawan pengemudi taksi online bercerita bahwa taksi yang ingin masuk dan boleh mengambil penumpang dari bandara harus memiliki izin masuk dari pengelola bandara yakni PT Angkasa Pura. Para pengemudi taksi dikenakan biaya tambahan oleh operator taksi biasa dan oleh aplikatornya atau koperasinya. Biaya tambahan inilah yang membuat tarif dari bandara Soeta ke luar menjadi lebih mahal dibanding dari luar ke dalam bandara Soeta.

Kawan pengemudi taksi online itu juga bercerita bahwa pihak PT Angkasa sering melakukan razia atau pemeriksaan kepada setiap taksi yang masuk. Jika taksi itu tidak memiliki stiker maka tidak boleh masuk bandara Soeta dan tidak boleh mengambil penumpang dari area bandara. Sedangkan jika ingin keluar dari kawasan bandara Soeta, penumpang harus menggunakan layanan yang disediakan oleh aplikator melalui pos angkut penumpangnya. Penumpang harus memesan layanan taksi online melalui pos layanan itu dan tarifnya sesuai biaya penggunaan atau pemotongan aplikasi, ada lagi biaya admin pemesanan yang digunakan membayar biaya sewa sarana bandara kepada PT Angkasa Pura.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya pernah mendapat cerita juga dari seorang driver taksi online di bandara Adi Sumarmo di Solo. Jika ada taksi online masuk dan mengambil penumpang, tidak segan petugas keamanan bandara menangkap mobil dan menghukum pengemudi secara fisik. Pengelola bandara Adi Sumarmo hanya memberi izin penumpang jika ingin menggunakan taksi hanya boleh taksi koperasi angkatan udara di bandara. Pengelola bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pun menggunakan cara yang sama. Penumpang penerbangan yang akan menggunakan taksi untuk pulang ke tujuan berikutnya harus menggunakan perusahaan taksi yang bekerja sama dan membayar biaya kerja sama kepada pengelola bandara. Begitu pula perusahaan bus kota dikenakan biaya sewa sarana mahal oleh pengelola bandara jika ingin beroperasi di bandara. Biaya sewa sarana ini juga akhirnya membuat tambahan biaya operasional dan menjadi harga tiket penumpang bus kota di bandara.

Pungutan dua kali oleh pengelola bandara kepada penumpang penerbangan melalui biaya tambahan penggunaan taksi ini sama saja praktek pungutan liar atau juga premanisme. Mengapa liar dan premanisme? Penumpang sudah membayar biaya melalui tiket penerbangan yang digunakan dan harus membayar biaya yang sama, menggunakan sarana publik bandara dalam tambahan biaya tarif taksi atau tarif bus yang selanjutnya digunakan. Praktek seperti ini sama saja premanisme di bandara yang dilakukan oleh pengelola bandara. Pengelola bandara menjual kembali layanan sarana yang sudah dibayarkan oleh penumpang penerbangan.

Biaya tambahan ini membuat tarif menjadi jauh lebih mahal dan yang membayar adalah penumpangnya. Padahal biaya tambahan ini dianggap oleh pengelola bandara sebagai biaya penggunaan sarana kawasan bandara. Sebagai penumpang penerbangan sebenarnya sudah membayar penggunaan sarana bandara di dalam tiket penerbangannya. Dahulu biaya ini dinamakan biaya Tuslah yang dibayar di luar tiket. Sekarang ini sudah tidak ada lagi biaya Tuslah karena sudah digabung dalam harga tiket penerbangan dari maskapai yang digunakan. Jadi pihak pengelola bandara Soeta dalam hal ini memungut biaya penggunaan sarana publik bandara dua kali kepada penumpang maskapai penerbangan.

Pungutan dua kali ini jelas melanggar hukum yang dilakukan oleh pengelola bandara. Seharusnya pengelola bandara memberi akses layanan kawasan bandara atau layanan publik pada pengguna layanan maskapai. Layanan publik itu juga adalah kemudahan mendapatkan sarana transportasi pendukung bagi penumpang penerbangan. Artinya pihak pengelola yang harus menyediakan kepada penumpang penerbangan di bandara dan tidak perlu memungut biaya tambahan karena sudah dibayar di dalam harga tiket penerbangan. Perusahaan maskapai penerbangan juga sudah membayar jasa sarana bandara yang digunakan oleh konsumennya dan sebagai timbal baliknya bandara harus memberi akses layanan berikutnya. Penumpang penerbangan seharusnya mendapatkan layanan yang aman, nyaman dan selamat agar dapat melanjutkan perjalanannya keluar dari bandara.

Adanya dua kali pungutan terhadap penumpang penerbangan di bandara ini sudah melanggar hak konsumen yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1988. Salah satu hak konsumen dalam UU tersebut meliputi hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa. Adanya pungutan dua kali ini melanggar hak kenyamanan penumpang penerbangan dalam melakukan perjalanan atau bertransportasi. Praktek premanisme di bandara seperti ini harus diberantas dan dihentikan karena melanggar hukum.

Pungutan dua kali ini juga membuat tiket penerbangan menjadi mahal karena ada praktek premanisme oleh pengelola bandara. Pihak pengelola bandara sebaiknya menghentikan penambahan biaya penggunaan layanan publik kawasan bandara yang dipungut kepasa perusahaan maskapai penerbangan atau kepada perusahaan taksi atau perusahaan (operator) bus kota yang beroperasi di bandara.

Biaya penggunaan layanan publik untuk perawatan kawasan bandara diambil salah satu saja. Pengelola bandara bisa mengambil dari pendapatan biaya sewa kawasan dari perusahaan taksi atau maskapai penerbangan yang beroperasi di bandara bersangkutan. Jadi masyarakat yang menjadi pengguna jasa penerbangan tidak perlu membayar biaya mahal perjalanannya karena membayar dua kali. Masyarakat tidak terlalu besar biaya perjalannya jika menggunakan layanan maskapai penerbangan. Pilihan bisa agar masyarakat tarif maskapai penerbangan jadi murah atau memilih tarif taksi atau bus kota dari dan ke bandara lebih murah.

Penulis, Analis Kebijakan Transportasi

(jat/jat)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial