NATO Nyaris Sepakati Belanja Militer 5% Tuntutan Donald Trump

8 hours ago 5

Jakarta -

Ketika NATO bergerak menuju KTT tahunan di Den Haag pada 24-25 Juni, aliansi pertahanan transatlantik menghadapi tekanan besar untuk bertransformasi secara struktural.

Terutama sejak invasi Rusia ke Ukraina, tuntutan Presiden Donald Trump, agar sekutu Amerika Serikat meningkatkan belanja pertahanan hingga 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB), kini memperoleh dukungan luas di dalam tubuh aliansi.

"Dukungan terhadap target anggaran yang baru sangat besar," ujar Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte kepada para wartawan di Brussel, usai memimpin pertemuan para menteri pertahanan NATO. Dia mengaku yakin bahwa kesepakatan final akan tercapai menjelang KTT NATO mendatang. "Kita hampir sampai. Saya sangat yakin kita akan mewujudkannya."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak invasi Rusia di Krimea 2014 silam, target belanja militer negara anggota NATO dipatok minimal dua persen dari PDB. Namun begitu, tidak semua negara sanggup memenuhi tuntutan tersebut.

Alokasi pertahanan dan infrastruktur militer

Kini, target 5% yang diusulkan mencakup 3,5% untuk belanja militer, serta 1,5% untuk infrastruktur pendukung seperti jalan, jembatan, bandara, dan pelabuhan untuk mobilisasi pasukan secara cepat.

Tapi meski sebagian negara anggota menyambut baik langkah ini, sebagian lain masih bergulat untuk memenuhi target lama sebesar 2%. Target ini kembali ditegaskan pada KTT NATO tahun 2023.

Hingga kini, 22 dari 32 negara anggota NATO telah mencapai target 2%. Bagi banyak negara anggota, menaikkan anggaran ke angka 5% akan menjadi tantangan besar—baik secara politik maupun ekonomi.

"Amerika tidak bisa ada di mana-mana"

Presiden Trump menekankan bahwa AS harus memusatkan perhatian pada kawasan Indo-Pasifik dan pertahanan perbatasan dalam negeri. Dia bersikeras agar sekutu NATO berbagi beban yang lebih besar.

Trump juga mempertanyakan komitmen AS untuk membela negara sahabat yang tidak memenuhi kewajiban anggaran pertahanan, sembari memberlakukan tarif impor kepada sekutu lama dengan alasan keamanan nasional.

Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, sebaliknya berkeyakinan bahwa Trump "menyelamatkan NATO dari keterpurukan," katanya dalam sebuah konferensi pers. Dia merujuk kepada pernyataan pemimpin Eropa yang akhirnya mengakui bahwa "kita semua membutuhkan kemampuan militer yang lebih besar, dan kita semua harus berinvestasi lebih banyak."

Dengan potensi pengurangan pasukan AS dari Eropa, yang saat ini berjumlah sekitar 84.000 personel, beban pertahanan akan lebih banyak ditanggung negara-negara Eropa sendiri.

"Amerika tidak bisa ada di mana-mana sekaligus, dan memang tidak seharusnya," kata Hegseth. Dia menambahkan bahwa semua perubahan postur militer akan dikaji bersama mitra dan sekutu, untuk memastikan ukurannya proporsional dan strategis.

Cetak biru pertahanan baru

Selain perdebatan anggaran, NATO juga mengesahkan "target kapabilitas" baru, yang mencakup kerangka pengadaan sistem persenjataan dan peralatan militer prioritas.

Rencana ini merupakan bagian dari pembaruan strategis NATO terbesar sejak era Perang Dingin. Target mencakup pengadaan sistem pertahanan udara, rudal jarak jauh, artileri berat, amunisi, drone, serta infrastruktur logistik seperti pengisian bahan bakar udara dan transportasi berat.

Setiap negara anggota menerima tugas dan tanggung jawab berbeda, yang berdasarkan wilayah geografis dan kapasitas militer masing-masing. Rencana ini disusun untuk memastikan NATO dapat mengerahkan hingga 300.000 pasukan ke perbatasan timurnya dalam waktu 30 hari.

Meski demikian, para analis menilai bahwa target kecepatan mobilisasi pasukan masih akan sulit dicapai.

NATO saat ini dibagi ke dalam tiga zona utama pertahanan: Eropa utara dan Atlantik, wilayah utara Pegunungan Alpen, serta wilayah selatan Eropa. Setiap zona memiliki skenario tanggap darurat tersendiri.

Berlomba dengan Moskow

NATO memperkirakan seluruh target ini harus dicapai dalam kurun 5 hingga 10 tahun, jangka waktu yang tergolong singkat jika dibandingkan dengan target sebelumnya. Dorongan ini digerakkan oleh kekhawatiran bahwa Rusia, bila suatu saat berdamai dengan Ukraina, akan mampu mempercepat pemulihan kekuatan militernya.

Di tengah pergeseran kekuatan global dan ancaman keamanan yang terus berkembang, NATO bersiap menempuh jalur baru, yang menuntut komitmen lebih besar, solidaritas lebih erat, dan kesiagaan, kata Rutte, "waktu kita terbatas, tapi niat kolektif sudah mengarah ke sana."

Editor: Hendra Pasuhuk

Simak juga Video 'Trump Umumkan Kebijakan Larangan Warga dari 12 Negara Masuk AS':

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial