Jakarta -
Nadiem Makariem adalah sosok hebat dalam kepeloporan bisnis digital, kewirausahaan dan figur contoh anak muda yang kreatif. Nadiem lahir dari keluarga terdidik dan terpelajar.
Ayahnya Nono Anwar Makariem adalah senior saya di LP3ES, lembaga yang didirikannya dan hebat pada masanya.
Anak muda ini menyelesaikan pendidikannya di kampus ternama, Brown University dan Harvard Business School. Setelah lulus masuk ke dalam dunia bisnis digital dan kemudian dikenal sangat sukses membangun perusahaan teknologi terbesar di Asia Tenggara: GoJek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lompatan Hebat
GoJek lahir dari trotoar, yang penuh ojek. Inspirasi Nadiem datang dari tempat ruwet tersebut, yang kemudian ditekuninya sebagai arena pemikiran dan eksperimen inovasinya.
Nadiem terus berpikir untuk mencari solusi, bagaimana mentransformasikan keruwetan kota tersebut menjadi lebih mudah, lebih baik dan lebih nyaman untuk warganya.
Saya kira Nadiem melakukan semacam riset partisipatori, yakni riset unggulan yang biasa dilakukan oleh LP3ES, lembaga yang didirikan ayahnya.
Dari pengamatannya terhadap ojek lapangan yang ruwet timbul ide mulai pertama kali tahun 2010 sebagai call center sederhana. Saat itu, belum banyak yang percaya bahwa ojek bisa diatur secara digital.
Tapi Nadiem melihat lebih jauh-ia melihat potensi besar di balik kekacauan jalanan Jakarta tersebut.
Baru kemudian teknologi aplikasi hadir, yang merupakan visi jauh ke depan jangka panjang. Nadiem kemudian melakukan lompatan hebat, menciptakan transformasi yang besar, yang tidak kalah dengan inovasi ala Silicon Valley.
Dari trotoar lahir visi besar dan kemudian menjelma menjadi perusahaan besar berskala raksasa. Asal muasal, inspirasi besar lahir dari trotoar dalam percakapan singkat dengan tukang ojek pangkalan.
Itu kemudian menjadi passion, yang selalu menjadi pikirannya untuk menemukan solusi. Saya beberapa kali melihat Nadiem hadir di dalam forum seminar di mana dia menjadi pembicara dengan menumpang ojek.
Ini menarik perhatian dan dalam pandangan saya bukan pencitraan politik ala Jokowi, tetapi untuk menarik pikirannya terus untuk menyelesaikan masalah ojek ruwet di Jakarta.
Bangsa Indonesia dan pemerintah patut berterima kasih kepada Nadiem karena GoJek menyerap banyak tenaga kerja di tengah tekanan pada pengangguran hampir satu dasawarsa ini. GoJek yang dibangunnya telah memberi peluang kesempatan kerja yang besar sekali jumlahnya dan masif.
Foto: Guru Besar Ilmu Ekonomi, Didik J Rachbini (dok. pribadi)
Celaka Masuk Politik
Tidak mengherankan jika kemudian Presiden Joko Widodo mengajak Nadiem masuk kabinet sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nadiem dianggap mampu membawa semangat inovasi dan keberanian untuk melakukan perubahan di dalam sistem pendidikan nasional yang selama ini dikenal kaku dan birokratis.
Tetapi birokrasi dan politik adalah hutan rimba belantara, yang harus dikenali secara lebih baik, terutama jika hendak melakukan perubahan. Dunia korporasi berbeda sangat jauh dibandingkan dengan dunia politik.
Ternyata kepemimpinan Nadiem tidak berjalan di dunia politik dan birokrasi.
Akhirnya selama lima tahun Nadiem hanya bekerja dengan kelompok kecilnya saja, yang dibawa dari antah berantah dan tidak kenal dengan kelembagaan birokrasi sesungguhnya. Orang-orang tersebut hanya bekerja eksklusif dan merasa benar dan bisa melakukan transformasi sistem pendidikan nasional.
Tidak kurang Jusuf Kalla mengingatkan agar Nadiem tidak hanya bekerja di belakang meja. Gagasannya yang melangit harus melihat kenyataan sebenarnya di daerah.
Masih banyak anak didik, yang jauh dari kemajuan dan tidak bisa disamakan dengan kondisi negara maju seperti Finlandia. Ini kritik JK agar Nadiem membumi dan tidak mengawang di langit.
Nampaknya Nadiem masih belum matang dan belum saatnya masuk ke dalam dunia birokrasi dan politik seperti ini. Kehebatan di perusahaan tidak serta merta bagus untuk birokrasi sehingga moto merdeka belajar di pusat dan sekolah-sekolah elit.
Presiden salah besar menjadikan Nadiem andalan untuk perubahan tetapi yang 'menjebloskannya' ke dalam rimba birokasi dan politik tanpa bisa mengendalikannya. Nadiem yang dianggap bisa membangun sistem pendidikan seperti membangun platform untuk GoJek ternyata tersesat, tidak tahu arah ke mana sistem pendidikan akan dibawa.
Jokowi sebenarnya ingin membuat kejutan besar dan seperti biasa membuat gimmick politik untuk pos menteri pendidikan, dengan merekrut Nadiem yang sangat terkenal pada waktu itu. Tetapi Nadiem yang awam dalam politik dan birokrasi sesungguhnya masuk ke dalam ranjau Jokowi.
Sekarang ranjau itu sudah menjerat kelemahan Nadiem dalam menjalan birokrasi dan keuangan publik dengan berbagai masalah penyimpangan dan korupsi yang terungkap ke permukaan. Saya belum yakin Nadiem korupsi karena sudah sangat kaya dari hasil usahanya.
Namun dalam politik dan biokrasi, pengelolaan uang publik dan uang perusahaan berbeda jauh seperti bumi dan langit. Dan kesalahan pengelolaan uang publik tersebut bisa saja berujung ke penjara
Didik J Rachbini
Guru Besar dan Ekonom Indef
(aud/aud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini