Kamerun, Krisis Pengungsi Terbesar yang Luput dari Perhatian Dunia

2 days ago 11

Jakarta -

Ketika konflik meletus di suatu belahan dunia, masyarakat global umumnya merespons dalam tiga cara, yakni diplomasi oleh pemerintah dan lembaga internasional, penyaluran bantuan kemanusiaan, dan liputan media untuk menumbuhkan kesadaran publik. Absennya ketiga jenis respons menandakan bahwa sebuah krisis perlahan tenggelam dari perhatian dunia. Itulah yang kini terjadi di Kamerun.

Laporan tahunan dari Norwegian Refugee Council (NRC) kembali menyoroti krisis yang paling terabaikan di dunia. Dalam daftar terbaru itu, delapan dari sepuluh konflik berada di Afrika, dan posisi teratas ditempati oleh Kamerun yang, menurut NRC, hampir tak mendapat perhatian dari media, minim dukungan politik untuk penyelesaian konflik, dan kekurangan dana kemanusiaan.

"Kamerun adalah contoh nyata dari krisis yang benar-benar dilupakan dunia. Krisis di sana lemah dalam ketiga indikator utama kami: minim pemberitaan, nol kemauan politik, dan dana bantuan yang sangat terbatas," ujar juru bicara NRC, Laila Matar, kepada DW.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konflik yang berlapis

Di balik statistik, tersembunyi kompleksitas konflik di Kamerun. Negara di pesisir Afrika Tengah ini sedang menghadapi dua perang besar yang hampir tak tersentuh oleh perhatian internasional.

Sejak tahun 2017, pertempuran bersenjata menjalar dari wilayah barat. Perang dikobarkan kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dan memproklamasikan "Republik Ambazonia." Konflik di North dan South West Kamerun merupakan perselisihan warisan kolonialisme antara Prancis dan Inggris setelah Perang Dunia I. Konflik ini kerap berujung pada bentrokan dengan militer, dan telah merenggut ribuan nyawa.

Adapun konflik kedua terjadi di utara, tepatnya di wilayah sekitar Danau Chad. Di sana, kelompok militan Islam transnasional seperti Boko Haram dan afiliasinya, ISWAP yang merupakan cabang ISIS di Afrika Barat, terus menebar teror dan kekerasan.

"Maret lalu saja ada lebih dari sepuluh serangan di utara Kamerun dan negara bagian Borno di Nigeria, termasuk penyergapan terhadap pos militer dan perampasan senjata serta kendaraan," kata Remadji Hoinathy, analis dari Institute for Security Studies (ISS) yang berbasis di Chad, dalam podcast DW Africalink.

Kelompok militan ini menggunakan dua pendekatan berbeda. ISWAP mencoba membentuk struktur pemerintahan semu dan sesekali memberikan layanan sosial, sembari menuntut warga membayar pungutan liar dan pajak ilegal.

Sementara kelompok JAS, pecahan Boko Haram lainnya, dikenal sangat brutal dan acap menyerang tentara, pejabat, hingga mengorbankan warga sipil tanpa pandang bulu.

"Penduduk di sana terjebak. Mereka kadang terpaksa bekerja sama demi bertahan hidup," ungkap Hoinathy.

Potret penderitaan Haoua

Konflik di utara Kamerun ini menciptakan gelombang pengungsian besar. NRC mencatat, ada lebih dari 1,1 juta warga Kamerun yang mencari perlindungan di dalam negeri, dan 480.000 pengungsi tambahan dari negara tetangga, seperti Republik Afrika Tengah. Hanya 30 persen dari mereka yang tinggal di kamp resmi; sisanya bertahan dalam kondisi seadanya.

Salah satu dari mereka adalah Haoua, seorang perempuan berusia 39 tahun yang ditemui DW pada akhir 2024 di Maroua, kota di utara Kamerun. Sejak suaminya ditangkap dan menantunya dibunuh oleh kelompok militan, Haoua hidup bersama delapan anak dan dua cucu, tanpa penghasilan tetap.

"Anak-anak tidak sekolah. Saya tidak punya uang untuk biaya mereka. Kami sudah empat hari tidak makan. Kalau saya mengemis di jalan, saya malah diusir," tuturnya lirih. Dia hanya sesekali bisa mendapat uang dengan mencuci pakaian orang lain.

Apa solusinya?

Agar situasi membaik, pemerintah Kamerun harus bergantung kepada koalisi lintas negara. Negara-negara di kawasan Danau Chad sudah lama bekerja sama dalam operasi militer lintas batas untuk memberantas milisi Islam. Selain itu, ada juga inisiatif regional untuk stabilisasi sipil. Namun, setelah lebih dari satu dekade perang melawan Boko Haram, koordinasi antarnegara mulai mengalami kelelahan.

"Kerja sama regional terlihat mulai melemah, terutama karena hasilnya belum signifikan dan dukungan politiknya semakin menipis," kata Hoinathy.

NRC pun menyuarakan kritik tajam terhadap penurunan perhatian global. Dalam laporannya, lembaga ini menyebut masa depan Kamerun akan semakin suram tanpa intervensi politik, bantuan kemanusiaan, atau pemberitaan media yang memadai.

"Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Jerman justru memotong anggaran bantuan luar negeri, tapi terus meningkatkan belanja pertahanan," tegas Matar. "Anggaran militer global pada 2024 saja - kalau diambil dari pengeluaran militer tiga atau empat hari saja, itu sudah cukup untuk menutup seluruh kekurangan pendanaan kemanusiaan."

Menurut NRC, penyelesaian krisis seperti di Kamerun sebenarnya bukan hal mustahil. "Yang dibutuhkan hanyalah kemauan politik," pungkas Matar.


Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Yuniman Farid

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial