Jakarta -
Suasana sepi kini sudah jadi pemandangan sehari-hari para pedagang di Pertokoan Kranji, Bekasi. Tanpa ada pengunjung yang datang, mereka lebih banyak menghabiskan waktu duduk melamun atau menatap layar handphone untuk memecah kebosanan.
Padahal menurut salah seorang pedagang pakaian di Pertokoan Kranji, Edi (56), mengatakan kawasan ini dulunya sangatlah ramai hingga ia sendiri kewalahan melayani pembeli yang datang. Ia menjelaskan penurunan jumlah pembeli di Pertokoan Kranji ini mulai terjadi sejak layanan e-commerce alias toko online ramai digunakan masyarakat.
Namun saat itu pusat perbelanjaan ini masih cukup hidup dan masih dipenuhi pengunjung. Sayang tren penurunan jumlah pengunjung ini terus berlanjut, terutama saat pandemi Covid-19 melanda. Dari sejak itu, jumlah orang yang datang ke kawasan pertokoan kian menyusut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayang saat pandemi sudah selesai dan aktivitas masyarakat kembali menggeliat, pusat perbelanjaan ini malah semakin ditinggal. Bahkan menurut Edi, kondisi di Pertokoan Kranji saat ini jauh lebih buruk daripada saat pandemi.
"Itu kan online sudah ada sebelum Covid. Pas masuk Covid, parah banget. Tapi itu masih mendingan. Covid tuh mendingan daripada sekarang. Wah kalau sekarang malah parah, nggak ada pengunjung," ucap Edi kepada detikcom, Kamis (5/6/2025)..
Lebih lanjut ia mengatakan imbas kondisi pertokoan yang semakin sepi, mau tak mau dirinya yang dulu memiliki dua toko di pusat perbelanjaan itu harus menutup salah satu usahanya. Bersamaan dengan itu, ia yang dahulu memiliki empat karyawan untuk menjaga kedua tokonya, kini hanya tersisa satu orang saja.
"Ini sudah tutup satu, di depan. Nggak ada penglaris. Gimana mau gaji karyawan atau apa kan. Sekarang masih ada satu, setiap ada penglaris kita bagi. Tapi ya habisnya paling cuma laku satu, laku dua," jelasnya.
Karena pendapatan yang sangat tipis serta keperluan untuk membagi hasil penjualan dengan satu karyawannya yang tersisa, tak jarang Edi mengaku pulang dengan tangan hampa. Sehingga mau tak mau ia hanya bisa makan tabungan untuk bisa bertahan.
"Kalau dulu bisa bertahan hidup, kalau sekarang nih laku ntar sampai rumah habis. Ya akhirnya cuma habiskan uang yang ada di rumah kan," kata Edi.
Senada, pedagang perabot rumah tangga di Pertokoan Kranji bernama Julia (68) juga mengatakan saat ini kawasan tersebut sudah sangat sepi. Saking sepinya dalam sehari belum tentu ia bisa mendapatkan pelanggan.
"Omzet turun jauh, bisa 80%. Jadi sehari bisa nggak ada pelanggan sama sekali, sepi, ini bisa dilihat kan. Pas pandemi masih mending. Masih lebih mending pandemi. Setelah pandemi makin ke sini malah makin sepi. Paling yang datang cuma langganan saja, itu pun jarang kan," terangnya lagi.
Untuk bisa bertahan hidup dan melanjutkan usahanya, Julia terpaksa harus mengurangi jumlah karyawan toko. Dari sebelumnya ia mempekerjakan tujuh orang, kini hanya tersisa tiga orang saja.
"Sekarang karyawan masuk kadang dua, kadang tiga. Kalau dulu pasti masuk semua itu tujuh. Mau nggak mau ya sanggup-sanggupin saja, kalau sepi nggak ada pembeli ya kita jadi nombok," papar Julia.
Beruntung saat ini banyak dagangannya juga sudah dijual secara online. Sehingga meski ia tidak bisa mendapatkan untung dari hasil berjualan, setidaknya ia masih memiliki uang untuk tetap lanjut berusaha meski 'terengah-engah'.
"Online ada sedikit-sedikit. Buat putaran modal doang, nutup sih nggak. Kalau sekarang sih (penjualan) lebih banyak online ya. Lebih dari setengah, sekitar 80% juga lah itu dari online," ucapnya.
Simak juga Video: Situasi Tanah Abang Setelah Sempat Sepi Pengunjung karena Covid-19
(igo/fdl)