Maskapai Air India: Tragedi, Transformasi dan Tantangan

1 day ago 11

Jakarta -

Pesawat penumpang Air India yang mengangkut lebih dari 240 orang jatuh pada hari Kamis (12/06) di Ahmedabad, India barat laut, tak lama setelah lepas landas. Pesawat Boeing 787-8 Dreamliner itu sedang menuju Bandara Gatwick, London.

Insiden ini menjadi salah satu bencana penerbangan terburuk dalam sejarah India. Air India memiliki rekam jejak kecelakaan, termasuk insiden fatal pada 2020 di Karipur yang menewaskan 21 orang, serta kecelakaan pada 2010 di Mangalore yang menewaskan 158 orang. Menurut Jaringan Keselamatan Penerbangan, maskapai ini juga mencatat tiga insiden non-fatal sepanjang tahun lalu.

Tragedi terbaru ini terjadi di tengah upaya besar-besaran Tata Group untuk merombak dan merevitalisasi maskapai nasional tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maskapai dengan riwayat panjang

Didirikan pada 1932 sebagai Tata Airlines oleh pengusaha J. R. D. Tata, Air India pernah menjadi simbol kebanggaan nasional. Pada 1953, pemerintah India mengambil alih dan menasionalisasi maskapai tersebut.

Namun, dekade demi dekade salah urus dan intervensi pemerintah dalam operasional bisnis membuat maskapai ini menjadi tidak efisien dan terus merugi.

Setelah sektor penerbangan sipil dibuka untuk swasta pada 1990-an, Air India semakin tertekan oleh persaingan, terutama dari maskapai berbiaya rendah, yang memperparah kondisi keuangan dan utang yang menumpuk.

Air India kembali ke Tata Group

Upaya awal pemerintah India untuk memprivatisasi Air India gagal karena beban utang maskapai yang sangat besar.

New Delhi juga bersikeras mempertahankan kepemilikan saham, yang membuat calon pembeli enggan. Akhirnya, pemerintah melunak dan bersedia melepas seluruh saham serta menerima pembeli yang hanya menanggung sebagian kecil utang.

Pada 2022, Tata Group, konglomerat tertua dan terbesar di India, mengakuisisi Air India seharga sekitar $2,4 miliar, menandai kembalinya maskapai tersebut ke tangan Tata hampir tujuh dekade setelah dinasionalisasi.

Sebelum akuisisi, Tata telah mengoperasikan dua maskapai, yakni AirAsia India (berbiaya rendah, bermitra dengan AirAsia Berhad Malaysia) dan Vistara (layanan penuh, bermitra dengan Singapore Airlines). Pada 2023, seluruh maskapai milik Tata digabung menjadi Grup Air India. Kini, grup ini menjadi maskapai terbesar kedua di India berdasarkan jumlah penumpang, hanya kalah dari IndiGo.

Air India menguasai sekitar 30% pangsa pasar domestik dan melayani 56% penumpang internasional dari India. Armada gabungan grup ini mencakup sekitar 300 pesawat, baik berbadan sempit maupun lebar dari Airbus dan Boeing, serta mengangkut 45,8 juta penumpang domestik pada 2024, menurut Business Standard, harian India.

Jaringan global Air India menjangkau 31 negara di lima benua, menghubungkan India dengan destinasi di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Pasifik.

Transformasi besar Air India

Setelah akuisisi, Tata Group langsung bergerak cepat merombak Air India. Mereka memesan 470 pesawat baru dari Airbus dan Boeing pada Februari 2023, dan mengumumkan pembelian tambahan 100 jet dari Airbus pada Desember 2024.

Pada Juni 2025, Reuters melaporkan bahwa Air India sedang bernegosiasi untuk membeli sekitar 200 pesawat lorong tunggal tambahan.

Selain memperbarui armada, Tata juga meluncurkan logo dan merek baru pada pertengahan 2023, serta memulai program peremajaan kabin senilai $400 juta pada September 2024 untuk memperbarui pesawat lama.

Meski transformasi besar sedang berlangsung, beberapa tantangan internal dan operasional akibat penggabungan maskapai masih dalam proses penyelesaian.

Bagaimana kondisi industri penerbangan India?

Sektor penerbangan India telah tumbuh pesat dalam satu dekade terakhir, didorong oleh ekspansi ekonomi yang kuat dan meningkatnya daya beli masyarakat.

Pertumbuhan ini diperkirakan akan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan, seiring bertambahnya jumlah penumpang, pesawat, dan bandara.

Saat ini, India merupakan pasar udara terbesar keempat di dunia, yang mencakup perjalanan domestik dan internasional.

Menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA), India diproyeksikan menjadi pasar penerbangan terbesar ketiga dalam dekade mendatang.

Untuk mendukung pertumbuhan ini, pemerintah India menginvestasikan sekitar $11 miliar untuk membangun bandara baru serta memperluas dan memodernisasi yang sudah ada.

Targetnya, jumlah bandara di India akan meningkat menjadi 350 hingga 400 pada tahun 2047, bertepatan dengan peringatan 100 tahun kemerdekaan negara tersebut.

India juga menjadi pembeli pesawat terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Cina. Armada nasional diperkirakan akan tumbuh dari 713 pesawat menjadi lebih dari 2.000 dalam 10 tahun ke depan.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara

Editor: Hani Anggraini

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial