Legislator Asal Papua Soroti Tambang di Raja Ampat, Curiga Izin Tak Prosedural

5 hours ago 3

Jakarta -

Anggota DPR RI dari Papua Yan Permenas Mandenas meminta pejabat yang memberikan izin pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat, diperiksa. Dia menduga penerbitan izin tambang tidak sesuai prosedur.

"Wajib diperiksa pejabat yang berwenang dengan indikasi-indikasi lain yang menyebabkan izin itu bisa diproses dan diterbitkan. Pasti ada indikasi KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dalam proses penerbitan izin tambang yang tidak prosedural," kata Yan Mandenas kepada wartawan, Minggu (8/6/2025).

Yan Mandenas juga meminta agar perizinan tambang tersebut dikaji ulang. Hal itu, kata dia, guna memastikan bahwa kegiatan pertambangan memiliki izin lingkungan yang diterbitkan sesuai prosedur yang benar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena menyangkut lebih dari satu kementerian yang memberikan izin, di mana ada rekomendasi dari kementerian terkait lainnya. Apalagi, Raja Ampat masuk sebagai kawasan wisata dan hutan lindung," jelasnya.

Menurut Yan Mandenas, tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, telah beroperasi lama dan mendapat penolakan dari masyarakat setempat, termasuk pemilik hak ulayat. Dia menilai adanya indikasi pembiaran.

"Namun, yang terjadi adalah pembiaran oleh pemerintahan sebelumnya, baik pusat maupun daerah, hingga masalah ini muncul ke permukaan setelah adanya protes dari aktivis lingkungan," jelas Yan Mandenas.

Untuk itu, Yan Mandenas meminta semua pihak yang terkait dengan persoalan ini diperiksa oleh aparat penegak hukum. Legislator Gerindra itu kemudian menekankan komitmen Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi.

"Terutama dalam menegakkan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas koruptor dan mengembalikan kekayaan alam sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, jika ada indikasi suap dalam penerbitan izin, maka harus diperiksa dan diproses hukum," tegasnya.

"Yang kedua, tentunya ada campur tangan oknum pejabat di kementerian terkait. Juga, ada proses yang tidak prosedural baik administrasi izin usaha pertambangan nikel," ungkapnya.

Oleh karena itu, Yan Mandenas menyarankan agar masalah ini dilihat secara menyeluruh, termasuk memanggil pihak perusahaan terkait. Dia menilai masalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) selama ini diabaikan di Raja Ampat.

"Mengingat masalah AMDAL di Papua selama ini cukup diabaikan pemerintah, termasuk di Raja Ampat," tambahnya.

Yan juga mendesak agar perusahaan tambang di Raja Ampat tidak hanya diperiksa, melainkan juga diproses hukum apabila ditemukan pelanggaran signifikan, terutama terkait regulasi perizinan. Dia berharap kasus tambang di Raja Ampat menjadi pintu masuk untuk memeriksa seluruh izin pertambangan yang beroperasi di Papua.

"Masalah ini membuka mata kita bahwa banyak sekali tambang di Papua yang menyalahi aturan pemerintah, namun tetap diberikan rekomendasi untuk beroperasi," tutur dia.

Lebih lanjut, Yan Mandenas mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima banyak laporan dari masyarakat tentang tambang-tambang ilegal yang masih beroperasi.

"Termasuk tambang emas di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nabire, Waropen, dan beberapa kabupaten lain di Papua. Saya berharap Kementerian Sumber Daya Mineral segera menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di Papua, serta berhati-hati dalam mengeluarkan izin," pungkasnya.

Kasus Tambang di Raja Ampat

Tambang nikel di Raja Ampat ramai disorot. Kementerian Lingkungan Hidup pun mengawasi empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat antara lain PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

Seluruhnya telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan, namun hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.

Kementerian LH menjabarkan, PT ASP, perusahaan Penanaman Modal Asing asal Tiongkok melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Di lokasi ini, KLH/BPLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas.

Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas ±6.030,53 hektare. Kedua pulau tersebut tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

PT MRP ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan. Sementara PT KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengumumkan penghentian sementara Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel milik PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Dia pun turun langsung ke lokasi.

"Insyaallah, doakan saja, saya kebetulan ada rencana, mau kunjungi wilayah Papua Barat Daya dan Papua Barat," ujar Bahlil kepada wartawan di DPP Golkar, Jakarta Barat, Jumat (6/6).

Bahlil menegaskan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan kegiatan pertambangan berjalan sesuai ketentuan.

Pada Sabtu (7/6) kemarin, Bahlil mengunjungi tambang nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat. Bahlil melihat situasi operasi tambang dan menindaklanjuti keresahan publik atas dampak pertambangan terhadap kawasan wisata di Raja Ampat.

"Saya itu datang ke sini untuk mengecek langsung aja kepada seluruh masyarakat, dan teman-teman kan sudah lihat dan saya juga melihat secara objektif apa sebenarnya yang terjadi dan hasilnya nanti dicek oleh tim saya (inspektur tambang)," ujar Bahlil seperti dilansir detikFinance, Sabtu (7/6).

(lir/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial