Jakarta -
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan mendorong kerja sama internasional bagi kelompok rentan di dunia kerja. Dalam pertemuan bilateral dengan Pemerintah Swiss di sela Konferensi Perburuhan Internasional (International Labour Conference/ILC) sesi ke-113 di Gedung PBB Jenewa, Indonesia membuka peluang kerja sama bagi penyandang disabilitas, generasi muda, dan pekerja di sektor hijau.
Dalam pertemuan bilateral ini, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli menugaskan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri; Dirjen Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, Fahrurozi; Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Agatha Widianawati; dan Sekretaris Ditjen Binapenta dan PPK, Eva Trisiana sebagai delegasi teknis Pemerintah Indonesia. Sementara dari Swiss, hadir Kepala Direktorat Ketenagakerjaan SECO, Jérôme Cosandey bersama jajaran.
"Kami ingin memastikan bahwa kerja sama ini dapat memberi dampak dan afirmasi langsung, khususnya bagi penyandang disabilitas yang kerap menghadapi hambatan dalam dunia kerja, sekaligus bertujuan pada akses yang inklusif pada kemandirian ekonomi," kata Yassierli dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia menegaskan pentingnya kerja sama bilateral yang tidak hanya berorientasi pada dialog, tetapi juga menghasilkan program ketenagakerjaan yang menjangkau masyarakat Indonesia yang paling membutuhkan. Tiga fokus utama disampaikan sebagai prioritas bersama antara lain:
1. Peningkatan akses kerja bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan;
2. Penguatan program pemagangan nasional untuk generasi muda;
3. Pengembangan keterampilan tenaga kerja di sektor energi terbarukan (green jobs).
Indonesia juga mengusulkan digitalisasi layanan ketenagakerjaan publik yang lebih inklusif. Hal ini termasuk peningkatan kapasitas petugas pengantar kerja, penguatan sistem pembayaran upah digital, dan perluasan akses keuangan untuk wirausaha muda binaan Kemnaker.
Yassierli mengungkapkan salah satu bentuk kerja sama konkret lanjut adalah kelanjutan proyek Renewable Energy Skills Development (RESD) yang telah dilaksanakan sejak 2020 di sejumlah Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP), seperti di Aceh, Ambon, Lombok Timur, dan Ternate. Program ini menyiapkan tenaga kerja terampil di bidang energi surya, hidro, dan hybrid untuk mendukung transisi energi Indonesia serta pencapaian target nasional pengurangan emisi karbon.
Namun, proyek ini menghadapi tantangan dalam hal kelengkapan peralatan pelatihan dan pendanaan keberlanjutan. Yassierli berharap berharap dukungan Swiss dalam kelanjutan fase kedua program ini agar manfaatnya tidak terputus bagi masyarakat lokal.
Pada kesempatan ini, Indonesia juga menyampaikan ketertarikan terhadap sistem pemagangan Swiss yang dinilai berhasil membangun jembatan antara pendidikan dan pelatihan vokasi dengan kebutuhan dunia kerja.
Yassierli mengatakan sistem tersebut tidak hanya teknis, tetapi juga mengutamakan pendekatan budaya dan partisipasi keluarga, menjadikannya model yang relevan untuk direplikasi di Indonesia.
Selanjutnya, kedua negara juga tengah menjajaki kerja sama antar lembaga vokasi di bidang teknologi dan kecerdasan buatan (AI), guna mempersiapkan SDM Indonesia menghadapi tantangan transformasi digital global.
Sebagai tindak lanjut pertemuan bilateral ini, kedua negara akan menyelenggarakan Labour Tripartite Dialogue ke-5 pada 21-24 Oktober 2025 di Bern, Swiss. Forum ini akan menyatukan unsur pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja kedua negara untuk membahas Roadmap Kerja Sama 2025-2026, serta menyusun rencana aksi yang konkret dan terukur.
"Kami percaya, kerja sama bilateral ini menjadi instrumen strategis untuk mendorong ketenagakerjaan yang lebih adil, adaptif, dan inklusif, sesuai arah pembangunan Indonesia ke depan," pungkas Yassierli.
(prf/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini