MUI: Pemuka Agama Harus Ambil Peran Bangun Kesadaran Ekologis

8 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong seluruh pemuka agama di Indonesia dapat mengambil peran dalam membangun kesadaran ekologis di tengah-tengah masyarakat, mengingat krisis iklim telah menjadi ancaman nyata.

"Pelestarian lingkungan adalah ibadah. Merusak hutan berarti merusak kehidupan generasi mendatang," ujar Ketua MUI Bidang Kesehatan dan Lingkungan Sodikun di Jakarta, Sabtu (12/7).

Pernyataan Sodikun disampaikan dalam pembekalan pemuka agama yang diinisiasi Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia bersama Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH SDA) MUI.

Dalam pembekalan kali ini mengambil tema 'Memadukan Sains dan Spiritualitas: Peran Pemuka Agama dalam Perlindungan Hutan dan Masyarakat Adat'. Program pembekalan ilmiah ini akan dilakukan di tiap majelis agama. Setelah MUI, dijadwalkan pembekalan untuk Muhammadiyah, NU, PGI, KWI, PHDI, Permabudhi, dan Matakin.

Dalam diskusi di MUI, Sodikun menekankan permasalahan lingkungan adalah isu universal yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Menjaga kelestarian alam sejalan dengan ajaran agama yang melarang kerusakan di bumi.

"Kita ingin memperkuat kapasitas pemuka agama agar mampu menjadi katalis perubahan di tingkat akar rumput. Sinergi antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan akan menghasilkan solusi yang lebih holistik," kata dia.

Fasilitator Nasional IRI Indonesia Hayu Prabowo menyampaikan tantangan kerusakan hutan tropis serta krisis iklim harus dihadapi dengan pendekatan multidimensi.

"Sains memberi kita peta jalan, data, dan teknologi. Tapi untuk benar-benar menggerakkan perubahan perilaku, kita membutuhkan suara moral yang kuat. Di sinilah peran pemuka agama dan majelis keagamaan menjadi sangat penting," ucapnya.

Menurutnya, degradasi lingkungan telah menyebabkan peningkatan bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, longsor, dan badai. Lebih dari 95 persen bencana di Indonesia terkait langsung dengan krisis iklim yang diperparah oleh deforestasi dan degradasi hutan.

"Gerakan lintas agama ini dilakukan untuk mengembangkan konservasi berbasis kearifan lokal, memperkuat kapasitas analisis kebijakan untuk menyusun policy brief berbasis sains dan etika agama untuk kehidupan berkelanjutan," katanya.

Sementara itu Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bidang Politik dan Hukum Erasmus Cahyadi menyoroti masyarakat adat di Indonesia masih terjebak dalam diskriminasi, perampasan wilayah, dan pelemahan hukum adat akibat kebijakan sektoral yang tumpang tindih serta minimnya perlindungan hukum.

Menurutnya, investasi yang masuk ke wilayah adat sering mengabaikan persetujuan masyarakat, merusak ruang hidup, memicu kriminalisasi, kerusakan lingkungan, dan hilangnya identitas budaya.

Erasmus menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat menjadi solusi krusial untuk menegaskan hak-hak masyarakat adat sebagai hak asasi manusia.

UU ini akan memperkuat kelembagaan, menyederhanakan mekanisme pengakuan, serta mengatur hak atas tanah, lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan tradisional.

"UU Masyarakat Adat harus menjadi pijakan keadilan dan pengakuan sejati bagi komunitas adat di seluruh Indonesia," katanya.

(antara/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial